Kamis, 05 Juli 2012

MakalahPendidikan dan pembangunan


“PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata KuliahIlmu Pendidikan
Dosen Pembibing :

H.M.Burhanuddin Ubaidillah,Lc,M.Ag










Disusun Oleh :
Kelompok 1
MAHFUD KHOZIN ZOHARI
RAHMAD NUR WAKHID
SUKRUL ABIDIN



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM “ MIFTAHUL ‘ULA ”
( STAIM )
NGLAWAK KERTOSONO NGANJUK
MARET,  2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.        Latar Belakang
                 Dalam hubungan pendidikan dengan pembangunan jika dilihat dari garis sebuah proses , maka keduanya merupakan suatu garis yang terletak bersambung yang saling mengisi. Proses pendidikan pada suatu garis menempatkan manusia sebagai titik awal, karena pendidikan mempunyai tugas untuk menghasilkan SDM  yang berkulitas untuk  pembangunan yang dapat memenuhi hajat hidup masyarakat luas serta mengangkat martabat manusia sebagai makhluk. Bahwa hasil pendidikan menunjang pembangunan, juga dapat dilihat dari korelasinya dengan peningkatan kondisi sosial ekonomi peserta didik yang mengalami pendidikan.
                 Pendidikan berada pada posisi yang paling sentral karena di dalam pendidikan arahnya adalah kualitas dari SDM dari SDM yang baik akan tercipta pembangunan yang berorientasi pada hajat hidup manusia. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai

2.        Rumusan Masalah
1.      Bagaimana esensi pendidikandan pembangunan serta titik temunya?
2.      Bagaimanasumbangan pendidikan pada pembangunan?
3.      Bagaimana pembangunan yang relevan dengan pembangunan?

3.        Tujuan Pembahasan
1.    Mengetahui esensi pendidikan danpembangunan serta titik temunya.
2.    Mengetahui sumbangan pendidikan pada pembangunan.
3.    Mengetahui.pembangunan yang relevan dengan pembangunan.
BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Pembangunan
Menurut paham umum kata “pembangunan”lazimnya diasosiasikan dengan pembangunan ekonomi dan industri yang selanjutnya diasosiasikan dengan dibangunnya pabrik-pabrik, jalanan, jembatan sampai kepada pelabuhan, alat-alat transportasi, komunikasi, dan sejenisnya.Seperti yang dinyatakan dalam GBHN, hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa yang menjadi tujuan akhir pembangunan adalah manusianya, yaitu dapatnya dipenuhi hajat hidup, jasmaniah dan rohaniah, sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk religius, agar dengan demikian dapat meningkatkan martabatnya selaku makhluk.
Jika pembangunan bertolak dari sifat hakikat manusia, berorientasi kepada pemenuhan hajat hidup manusia sesuai dengan kodratinya sebagai manusia maka dalam ruang gerak pembangunan, manusia dapat dipandang sebagai “objek” dan sekaligus juga sebagai “subjek” pembangunan.
Sebagai objek pembangunan manusia dipandang sebagai sasaran yang dibangun. Dalam hal ini pembangunan meliputi ikhtisar ke dalam diri manusia, berupa pembinaan pertumbuhan jasmani, dan perkembangan rohani yang meliputi kemampuan penalaran, sikap diri, sikap sosial, dan sikap terhadap lingkungannya, tekad hidup yang positif serta keterampilan kerja.
Manusia sebagai sasaran pembangunan wujudnya diubah dari keadaan yang masih bersifat “potensial” ke keadaan “aktual”.
Potensi-potensi kebaikan yang perlu dikembangkan aktualisasinya seperti kemampuan berusaha, berkreasi, kesediaan menerima kenyataan, berpendrian, rasa bebas yang bertanggung jawab, kejujuran, toleransi, rendah hati, tenggang rasa, kemampuan bekerjasama, menerima, melaksanakan kewajiban sebagai keniscayaan, menghormati hak orang lain dan seterusnya.
Manusia dipandang sebagai “subjek” pembangunan karena ia dengan segenap kemampuannya menggarap lingkungannya secara dinamis dan kreatif, baik terhadap sarana lingkungan alam maupun lingkungan sosial/ spiritual.
Uraian di atas menunjukkan “status” pendidikan dan pembangunan masing-masing dalam esensi pembangunan serta antar keduanya.
1.      Pendidikan merupakan usaha dalam diri manusia sedangkan pembangunan merupakan usaha ke luar dari diri manusia.
2.      Pendidikan menghasilkan sumber daya tenaga yang menunjang pembangunan dan hasil pembangunan dapat menunjang pendidikan (pembinaan, penyediaan sarana, dan seterusnya).
2.      Sumbangan Pendidikan pada Pembangunan
Sumbangan pendidikan terhadap pembangunan dapat dilihat pada beberapa segi:
a)      Segi sasaran
b)     Segi lingkungan
c)      Segi jenjang pendidikan
d)     Segi pembidangan kerja atau sektor kehidupan

a)      Segi Sasaran Pendidikan
           Pendidikan adalah usaha sadar yang ditujukan kepada peserta didik agar menjadi manusia yang berkepribadian kuat dan utuh serta bermoral tinggi.
b)     Segi Lingkungan Pendidikan
      Terdiri dari :
1.      Lingkungan Keluarga
2.      Di dalam lingkungan keluarga anak dilatih berbagai kebiasaan yang baik (habit formation) tentang hal-hal yang berhubungan dengan kecekatan, kesopanan, dan moral.
3.      Lingkungan SekolahDi lingkungan sekolah (pendidikan formal), peserta didik dibimbing, untuk memperluas bekal yang telah diperoleh dari lingkungan kerja keluarganya berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
4.      Lingkungan Masyarakat. Di lingkungan masyarakat (pendidikan non formal), peserta didik memperoleh bekal praktis untuk berbagai jenis pekerjaan.
c)      Segi Jenjang Pendidikan
                       Pendidikan dasar merupakan basic education yang memberikan bekal dasar bagi pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Artinya pendidikan tinggi berkualitas, jika pendidikan menengahnya berkualitas, dan pendidikan menengah berkualitas, jika pendidikan dasarnya berkualitas.


d)     Segi Pembidangan Kerja atau Sektor Kehidupan
                       Pembidangan kerja menurut sektor kehidupan meliputi antara lain : bidang ekonomi, hukum, sosial politik, keuangan, perhubungan, dan komunikasi, pertanian, pertambangan, pertahanan, dan lain-lain.
3.      Pendidikan yang relevan dengan pembangunan
Perencanaan pendidikan menurut para filosof harus selalu ada relevansinya dengan pembangunan nasional. Kesenjangan yang terjadi dewasa ini berupa menumpuknya calon tenaga kerja sebagai produk pendidikan yang “tidak layak pakai” disinyalir sebagai akibat dari kelemahan sisi perencanaan pendidikan tersebut. Kenyataan tersebut tidak saja berakibat kurang lajunya pembangunan, tetapi yang lebih ironis lagi, akan menjadi bumerang bagi pendidikan itu sendiri. Pendidikan dituding sebagai pihak yang bersalah dalam hal ini.
Bertolak dari kenyataan tersebut, maka pendapat Crepley (1973) tentang alternatif pendekatan dalam perencanaan pendidikan tampaknya patut dipertimbangkan. Ketiga pendekatan tersebut adalah sebagai berikut: (1) social demand approach, (2) needs for national approach, yang meliputi; (a) man power needs approach, dan (b) economic return approach; dan (3) employment approach.Dari ketiga pendekatan perencanaan pendidikan tersebut, tampaknya social demand approach yang paling banyak digunakan. Pertimbangan yang paling penting bagi proses perencanaan pendidikan adalah seberapa banyak sebenarnya pendidikan itu diperlukan oleh anggota masyarakat. Pandangan yang mendasar dari pendekatan ini adalah bahwa pendidikan merupakan hak manusia secara universal, sebagaimana tercantum dalam pasal 31 UUD 1945.
Melalui pendidikan, manusia dipersiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang “berterima” di masyarakatnya. Walau terkadang proses pendidikan itu terkesan tidak “berorientasi pasar”, atau kurang memperhatikan relevansinya dengan tuntutan masyarakat yang akan ditujunya.
Pendekatan yang disebut dengan needs for national development, orientasinya menekankan bahwa pendidikan harus menghasilkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang benar-benar relevan dengan kebutuhan pembangunan nasional dalam berbagai bidang.



BAB III
KESIMPULAN
1.      Pengertian Pembangunan
Menurut paham umum kata “pembangunan”lazimnya diasosiasikan dengan pembangunan ekonomi dan industri yang selanjutnya diasosiasikan dengan dibangunnya pabrik-pabrik, jalanan, jembatan sampai kepada pelabuhan, alat-alat transportasi, komunikasi, dan sejenisnya.Seperti yang dinyatakan dalam GBHN, hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa yang menjadi tujuan akhir pembangunan adalah manusianya, yaitu dapatnya dipenuhi hajat hidup, jasmaniah dan rohaniah, sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk religius, agar dengan demikian dapat meningkatkan martabatnya selaku makhluk.
Uraian di atas menunjukkan “status” pendidikan dan pembangunan masing-masing dalam esensi pembangunan serta antar keduanya.
1.      Pendidikan merupakan usaha dalam diri manusia sedangkan pembangunan merupakan usaha ke luar dari diri manusia.
2.      Pendidikan menghasilkan sumber daya tenaga yang menunjang pembangunan dan hasil pembangunan dapat menunjang pendidikan (pembinaan, penyediaan sarana, dan seterusnya).
2.           Sumbangan Pendidikan pada Pembangunan
Sumbangan pendidikan terhadap pembangunan dapat dilihat pada beberapa segi:
1.      Segi sasaran 2. Segi lingkungan 3.Segi jenjang pendidikan 4.Segi pembidangan kerja atau sektor kehidupan
3.           Pendidikan yang relevan dengan pembangunan
Manusia dipersiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang “berterima” di masyarakatnya. Walau terkadang proses pendidikan itu terkesan tidak “berorientasi pasar”, atau kurang memperhatikan relevansinya dengan tuntutan masyarakat yang akan ditujunya.
Pendekatan yang disebut dengan needs for national development, orientasinya menekankan bahwa pendidikan harus menghasilkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang benar-benar relevan dengan kebutuhan pembangunan nasional dalam berbagai bidang.

pendidikan menurut prespektif ibnu khaldun


KONSEP PENDIDIKAN MENURUT IBNU KHALDUN”
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam
 Dosen Pembibing :

Moh.Zuhal Ma’ruf, M.Pd.I.
STAIM










Disusun Oleh :

MAHFUD KHOZIN ZOHARI
BINTI KHOIROTUL LAILIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM “ MIFTAHUL ‘ULA ”
( STAIM )
NGLAWAK KERTOSONO NGANJUK
MARET,  2012


BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
                 Di dalam dunia pendidikan banyak dijumpai masalah-masalah yang tidak bisa di jawab dengan cara ilmiah. Pemaparan mengenai filsafat pendidikan islam diharapkan akan banyak memberi kontribusi dan kemudahan dalam memahami problematika di dalam dunia pendidikan islam. Munculnya filsafat pendidikan islam sebagai suatu ilmu baru adalah sebagai akibat adanya hubungan timbal balik antara filsafat dan pendidikan dalam islam untuk memecahkan dan menjawab masalah-masalah pendidikan islam secara filosofis.
                 Dalam kajian makalah tentang filsafat pendidikan islam penulis menghususkan pada konsep pendidikan dalam perspektif Ibnu Khaldun.

2.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah Riwayat dari Ibnu Khaldun?
2.      Bagaimana konsep pendidikan islam menurut Ibnu Khaldun?

3.      Tujuan Pembahasan
1.      Mengetahui Riwayat dari Ibnu Khaldun.
2.      Mengetahui konsep pendidikan islam menurut Ibnu Khaldun.
BAB II
PEMBAHASAN

1.      Riwayat mengenai sosok Ibnu Khaldu
                 Ibnu Khaldun nama lengkapnya adalah Waliuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad bin al-Hasan lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan 732 H, bertepatan dengan tanggal 27 Mei 1332 M. Beliau hidup dan berkembang dalam sebuah keluarga asli arab dari Qabilah Yamani yang menekuni ilmu dan politik. Pendidikan yang pertama yang beliau pelajari pada masa kecilnya adalah mempelajari dasar-dasar ilmu bahasa arab tentang pemahaman dasar-dasar Al-Qur’an, beliau belajar ini kepada gurunya yang bernama Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Said Al-Anshary.
                 Beliau mendedikasikan seluruh hidupnya untuk menekuni ilmu pengetahuan Tidak sedikit guru-guru yang telah beliau timba ilmunya, antara lain Syaikh Abu Abdillah bin Al Araby Al-Hashoyiry, Abu Abdillah Muhammad bin Asy-Syawas Az-Zarzaly, Abu Al-Abbas Ahmad bin Al-Qashar dan Abu Abdillah Muhammad bin Bahr mereka semua merupakan guru yang mengajarkan bahasa Arab. Tidak heran jika Ibnu Khaldun termasuk pemikir yang mudah diterima hasil-hasil pemikirannya karena kepiawaian beliau dalam menggunakan bahasa. Bukan bahasa Arab saja yang beliau tekuni, melainkan ilmu-ilmu yang lainnya juga. Hal ini beliau perdalam ketika beliau menginjak dewasa, beliau mulai mendalami kesusastraan, gramatika, ilmu hadits, imu tafsir,ushul fiqh dan fiqh yang bermadzhab Maliki. Ibnu kholdun juga mempelajari filsafat, logika.\
Ini menunjukkan keseriusan beliau dalam menekuni ilmu pengetahuan, jadi tidak hanya asal-asalan saja dan tidak merasa cukup dalam berguru kepada satu atau dua guru saja. Sealin itu, beliau juga mendapatkan dukungan penuh dari kedua orang tuanya agar beliau bersungguh-sungguh dalam menekuni ilmu Pengetahuan.
Selama 40 tahun, Ibnu Khaldun hidup di Spanyol dan Afrika Utara. Di sini ia senantiasa dihadapkan pada situasi pergolakan politik dan memegang beberapa jabatan penting di bawah para penguasa yang silih berganti. Sekembalinya ia ke Afrika Utara Khaldun memutuskan untuk menunaikan ibadah haji. Pada tahun 1832 M, ia kemudian pergi ke Iskandariyah. Akan tetapi dalam perjalannya, ia terlebih dahulu singgah di  Mesir. Karena popularitas dan kredebilitasnya sebagai seorang ilmuan, maka atas permintaan raja dan rakyat Mesir, ia ditawari menduduki jabatan guru dan ketua Mahkamah Agung Dinasti Mamluk. Dari tahun 1832 M hingga wafatnya, Ibn Khaldun memegang jabatan sebagai guru besar dan rektor di Madrasah Qamliyah serta Ketua Hakim Agung (mufti) di Mesir selama 6 periode. Di sinilah ia memanfaaatkan sisa usianya untuk mengembangkan dan mengabdikan ilmu pengetahuan yang selama ini ditinggalkannya.
Ketenaran Khaldun sebagai ilmuan dapat dilihat dari karya momumentalnya, al-Muqoddimah. Kitab ini sesungguhnya merupakan pengantar bagi karya universalnya yang berjudul Kitab  al-‘Ibar wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi ayyami al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar wa man ‘Asarahun min Dzami as-Sulthan al-Akbar. Beliau membagi muqaddimah tersebut menjadi bagian yang membahas tentang ilmu sejarah, yang terdiri dari 6 pasal yakni:
1.      Pasal pertama  : tentang kehidupan manusia menurut jumlah, dan jenis-jenis serta penyebarannya di bumi
2.      Pasal kedua : tentang kehidupan orang Baduwi dan kabilah-kabilahnya beserta bangsa-bangsa primtif
3.      Pasal ketiga : tentang negara, kerajaan, dan disebutkan pula tentang tingkat-tingkat kekuasaannya
4.      Pasal keempat : tentang kehidupan peradaban, kota-kota dan tempat-tempat tinggal
5.       Pasal kelima : tentang pekerjaan, penghidupan, beserta hasil-hasil karya
6.      Pasal keenam : tentang ilmu pengetahuan dan cara-cara memperolehnya
2.      Konsep atau tujuan pendidikan          
                 Pemikirannya dalam bidang pendidikan bermula dari presentasi ensiklopedia ilmu pengetahuannya. Hal ini merupakan jalan untuk membuka teori tentang pengetahuan dan presentasi umum mengenai sejarah sosial dan epitomologi berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan.Menurut Ibnu Khaldun, ilmu pengetahuan mengelompokkan ilmu pengetahuan menjadi dua macam, yakni; pengetahuan rasional dan pengetahuan tradisional. Pengetahuan rasional adalah pengetahuan yang diperoleh dari kebaikan yang berasal dari pemikiran yang alami. Sedangkan pengetahuan tradisional merupakan pengetahuan yang subjeknya, metodenya, dan hasilnya, serta perkembangan sejarahnya dibangun oleh kekuasaan atau seseorang yang berkuasa. Pendidikan menurut Ibnu Khaldun adalah mentransformasikan nilai-nilai yang diperoleh dari pengalaman untuk dapat memepertahankan eksistensi manusia dalam peradaban masyarakat. Pendidikan adalah upaya melestarikan dan mewariskan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat agar masyarakat tersebut bisa tetap eksis.Pemikiran Ibnu Khaldun dalam hal pendidikan ia tuangkan dalam karya monumentalnya yang dikenal dengan sebutan Muqaddimah. Sebagai seorang filsuf muslim pemikirannya memanglah sangat rasional dan berpegang teguh pada logika. Corak ini menjadi pijakan dasar baginya dalam membangun konsep-konsep pendidikan. Menurutnya paling tidak ada tiga tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan Islam, yaitu peningkatan kecerdasan dan kemampuan berpikir, peningkatan segi kemasyarakatan manusia, peningkatan segi kerohanian manusia. Sehingga diharapkan pendidikan Islam mampu menciptakan manusia yang siap menghadapi berbagai fenomena social yang ada disekitarnya.

3.       Kurikulum dan Materi Pendidikan
                 Pengertian kurikulum pada masa Ibnu Khaldun masih terbatas pada maklumat-maklumat dan pengetahuan yang dikemukakan oleh guru atau sekolah dalam bentuk mata pelajaran yang terbatas atau dalam bentuk kitab-kitab tradisional yang tertentu, yang dikaji oleh murid dalam tiap tahap pendidikan. Sedangkan pengertian kurikulum modern, telah mencakup konsep yang lebih luas yang di dalamnya mencakup empat unsur pokok yaitu: Tujuan pendidikan yang ingin dicapai, pengetahuan-pengetahuan, maklumat-maklumat, data kegiatan-kegiatan, pengalaman-pengalaman dari mana terbentuknya kurikulum itu, metode pengajaran serta bimbingan kepada murid, ditambah metode penilaian yang dipergunakan untuk mengukur kurikulum dan hasil proses pendidikan. Dalam pembahasannya mengenai kurikulum Ibnu Khaldun mencoba membandingkan kurikulum-kurikulum yang berlaku pada masanya, yaitu kurikulum pada tingkat rendah yang terjadi di negara-negara Islam bagian Barat dan Timur. Kurikulum pendidikan yang diajarkan kepada peserta didik dalam pemikiran Ibnu Khaldun meliputi tiga hal, yaitu: pertama, kurikulum sebagai alat bantu pemahaman (ilmu bahasa, ilmu nahwu, balagah dan syair). Kedua, kurikulum sekunder yaitu matakuliah untuk mendukung memahami Islam (seperti logika, fisika, metafisika, dan matematika). Ketiga kurikulum primer yaitu inti ajaran Islam (ilmu Fiqh, Hadist, Tafsir, dan sebagainya).Adapun pandangannya mengenai materi pendidikan, karena materi adalah merupakan salah satu komponen operasional pendidikan, maka dalam hal ini Ibnu Khaldun telah mengklasifikasikan ilmu pengetahuan yang banyak dipelajari manusia pada waktu itu menjadi dua macam yaitu:
1.      Ilmu-ilmu tradisional (Naqliyah)
Ilmu naqliyah adalah yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits yang dalam hal ini peran akal hanyalah menghubungkan cabang permasalahan dengan cabang utama, karena informasi ilmu ini berdasarkan kepada otoritas syari’at yang diambil dari al-Qur’an dan Hadits. Adapun yang termasuk ke dalam ilmu-ilmu naqliyah itu antara lain: ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu hadits, ilmu ushul fiqh, ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu bahasa Arab, ilmu tasawuf, dan ilmu ta’bir mimpi.
2.      Ilmu-ilmu filsafat atau rasional (Aqliyah)
Ilmu ini bersifat alami bagi manusia, yang diperolehnya melalui kemampuannya untuk berfikir. Ilmu ini dimiliki semua anggota masyarakat di dunia, dan sudah ada sejak mula kehidupan peradaban umat manusia di dunia. Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu filsafat (aqliyah) ini dibagi menjadi empat macam ilmu yaitu: a. Ilmu logika, b. Ilmu fisika, c. Ilmu metafisika dan d. Ilmu matematika. Walaupun Ibnu Khaldun banyak membicarakan tentang ilmu geografi, sejarah dan sosiologi, namun ia tidak memasukkan ilmu-ilmu tersebut ke dalam klasifikasi ilmunya.Ibnu Khaldun membagi ilmu berdasarkan kepentingannya bagi anak didik menjadi empat macam, yang masing-masing bagian diletakkan berdasarkan kegunaan dan prioritas mempelajarinya. Empat macam pembagian itu adalah:
1. Ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari tafsir, hadits, fiqh dan ilmu kalam.
2. Ilmu ‘aqliyah, yang terdiri dari ilmu kalam, (fisika), dan ilmu Ketuhanan (metafisika)
3. Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari ilmu bahasa Arab, ilmu hitung dan ilmu-ilmu lain yang membantu mempelajari agama.
4. Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu filsafat, yaitu logika.

4.       Metode Pendidikan
                 Pandangan Ibnu Khaldun tentang metode pengajaran merupakan bagian dari pembahasan pada buku Muqaddimahnya. Sebagaimana kita ketahui dalam sejarah pendidikan Islam dapat kita simak bahwa dalam berbagai kondisi dan situasi yang berbeda, telah diterapkan metode pengajaran. Dan metode yang dipergunakan bukan hanya metode mengajar bagi pendidik, melainkan juga metode belajar yang harus digunakan oleh anak didik. Hal ini sebagaimana telah dibahas Ibnu Khaldun dalam buku Muqaddimahnya.Didalam memberikan pengetahuan kepada anak didik, pendidik hendaknya memberikan problem-problem pokok yang bersifat umum dan menyeluruh, dengan memperhatikan kemampuan akal anak didik.Kedua:Setelah pendidik memberikan problem-problem yang umum dari pengetahuan tadi baru pendidik membahasnya secara lebih detail dan terperinci.Ketiga:Pada langkah ketiga ini pendidik menyampaikan pengetahuan kepada anak didik secara lebih terperinci dan menyeluruh, dan berusaha membahas semua persoalan bagaimapaun sulitnya agar anak didik memperoleh pemahaman yang sempurna. Demikian itu metode umum yang ditawarkan Ibnu Khaldun di dalam proses belajar mengajar.
Ibnu Khaldun juga menyebutkan keutamaan metode diskusi, karena dengan metode ini anak didik telah terlibat dalam mendidik dirinya sendiri dan mengasah otak, melatih untuk berbicara, disamping mereka mempunyai kebebasan berfikir dan percaya diri. Atau dengan kata lain metode ini dapat membuat anak didik berfikir reflektif dan inovatif. Lain halnya dengan metode hafalan, yang menurutnya metode ini membuat anak didik kurang mendapatkan pemahaman yang benar. Disamping metode yang sudah disebut di atas Ibnu Khaldun juga menganjurkan metode peragaan, karena dengan metode ini proses pengajaran akan lebih efektif dan materi pelajaran akan lebih cepat ditangkap anak didik. Satu hal yang menunjukkan kematangan berfikir Ibnu Khaldun, adalah prinsipnya bahwa belajar bukan penghafalan di luar kepala, melainkan pemahaman, pembahasan dan kemampuan berdiskusi. Karena menurutnya belajar dengan berdiskusi akan menghidupkan kreativitas pikir anak, dapat memecahkan masalah dan pandai menghargai pendapat orang lain, disamping dengan berdiskusi anak akan benar-benar mengerti dan paham terhadap apa yang dipelajarinya.

5.      Pendidik dan Peserta didik
                 Pendidik dalam pandangan Ibnu Khaldun haruslah orang yang berpengetahuan luas, dan mempunyai kepribadian yang baik. Karena pendidik selain sebagai pengajar di dalam kelas, pendidik juga harus bisa menjadi contoh atau suri tauladan bagi peserta didiknya. Ibnu Kholdun menganjurkan agar para guru bersikap dan berperilaku penuh kasih sayang kepada peserta didiknya, mengajar mereka dengan sikap lembut dan saling pengertian, tidak menerapkan perilaku keras dan kasar, sebab sikap demikian dapat membahayakan peserta didik, bahkan dapat merusak mental mereka, peserta didik bisa menjadi berlaku bohong, malas dan bicara kotor, serta berpura-pura, karena didorong rasa takut dimarahi guru atau takut dipukuli. Dalam hal ini, keteladanan guru yang merupakan keniscayaan dalam pendidikan, sebab para peserta didik menurut Ibnu Kholdun lebih mudah dipengaruhi dengan cara peniruan dan peneladanan serta nilai-nilai luhur yang mereka saksikan, dari pada yang dapat dipengaruhi oleh nasehat, pengajaran atau perintah-perintah. Sedangkan konsepnya mengenai peserta didik, bahwa peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki potensi. Maka dari itu peserta didik membutuhkan bimbingan orang dewasa untuk mengembangkan potensi ke arah yang lebih baik dengan potensi dan fitrah yang telah ada. Peserta didik ibarat wadah yang siap untuk di beri pengetahuan yang baru.